Jakarta — Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 19 November 2025, menghadirkan Rektor Universitas Banten Jaya sekaligus Akademisi dan Ahli Hukum Pidana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dr. Dadang Herli Saputra, S.IP., S.H., S.S., M.H., M.Si., M.Kn., sebagai Ahli Pidana dalam persidangan permohonan praperadilan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap Pemohon Dju Seng.
Kehadiran Dadang di ruang sidang dilakukan berdasarkan Surat Tugas Dekan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, yang menugaskan beliau untuk memberikan pendapat akademik sebagai ahli hukum acara pidana. Keterangan ahli tersebut merupakan bagian penting dalam pemeriksaan praperadilan yang teregistrasi dengan Nomor 16/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Pst.
Dalam paparannya, Dadang menyampaikan analisis komprehensif mengenai kerangka hukum acara pidana, khususnya terkait kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), mekanisme koordinasi yang wajib dilakukan PPNS dengan Polri sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) UU Kehutanan, serta standar legalitas tindakan penyidikan menurut KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Dadang menekankan bahwa seluruh tindakan penyidikan; mulai dari penyelidikan, penyidikan, penyitaan, hingga penetapan tersangka; harus dilakukan dengan memenuhi due process of law, tunduk pada prinsip legalitas, serta berada di bawah pengawasan penyidik Polri. Beliau juga menyoroti pentingnya pemenuhan syarat formil seperti pemeriksaan saksi, pemeriksaan calon tersangka, penerbitan SPDP yang sah, koordinasi kepada Korwas PPNS Bareskrim Polri, dan penyusunan berita acara penyitaan sebagai administrasi pro justitia yang tidak dapat ditawar.
“Setiap tindakan penyidikan wajib berada dalam koridor hukum. Apabila terdapat lompatan prosedur atau tindakan yang dilakukan tanpa kewenangan, tindakan tersebut dapat dinyatakan tidak sah dan harus diuji melalui mekanisme praperadilan,” tegas Dadang dalam sidang.
Selain itu, atas pertanyaan pemohon l, beliau memberikan keterangan mendalam mengenai tindakan penyegelan dan penyitaan alat berat yang dilakukan PPNS KLHK tanpa Berita Acara Penyitaan, penerbitan SPDP yang hanya didasarkan pada satu kali pemeriksaan, serta penetapan tersangka yang dilakukan pada hari yang sama dengan pemeriksaan tersangka. Menurutnya, rangkaian prosedur tersebut merupakan isu penting dalam aspek formil penyidikan tindak pidana.
Analisis yang disampaikan Dadang dengan argumentasi hukum yang terukur dan berbasis peraturan perundang-undangan memberikan kontribusi substansial bagi Majelis Hakim dalam menilai apakah proses penetapan tersangka terhadap Pemohon telah sesuai ketentuan hukum.
Sidang praperadilan masih berlanjut dan dijadwalkan dilanjutkan besok, Kamis, untuk mendengarkan keterangan ahli dari pihak Termohon. Kehadiran dan pendapat ahli dari Dadang Herli Saputra diharapkan memperjelas duduk perkara serta memastikan bahwa proses penegakan hukum berjalan sesuai prinsip negara hukum, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.