Serang- Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewargangaraan semester 5 Universitas Banten Jaya mengadakan kegiatan Saba Budaya Baduy Dalam, kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa-Rabu 15-16 November 2022 bertempat di Baduy Dalam tepatnya di desa Cikeusik, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak, provinsi Banten.
Saba budaya Baduy merupakan kegiatan yang bersentuhan secara langsung dengan kepala desa (Jaro) dan masyarakat suku baduy. istilah Saba Budaya merepresentasikan identitas kultur masyarakat adat Baduy, Saba berarti ‘silaturahmi’ yang berasal dari bahasa yang digunakan oleh masyarakat adat Baduy. Penggunaan kata budaya juga menegaskan bahwa dasar dalam melakukan kunjungan ke Baduy adalah kultur dan adat istiadat Suku Baduy. Saba Budaya Baduy merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh masyrakat Suku Baduy untuk meminimalkan dampak negatif eksplorasi pariwisata terhadap budaya dan lingkungan seperti pencemaran sampah plastik, ketidakpatuhan pengunjung terhadap aturan adat, dan Suku Baduy yang kerap dianggap hanya sebagai tontonan.
Berpopulasi penduduk desa sekitar 26.000 orang dan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang menutup diri dari dunia luar, selain itu masyarakat baduy juga masih menjalankan adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyang, dengan kepercayaannya yaitu Sunda Wiwitan dimana masyarakat asli suku sunda yang melakukan pemujuaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur yang bersatu dengan alam.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia yang diampu oleh Alamsyah Basri, ST., MH. “Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk menambah pengetahuan, wawasan dan kepedulian terhadap salah satu budaya masyarakat yang ada di indonesia. Khususnya di wilayah Banten yaitu Budaya Baduy Dalam” Ujar Alamsyah
Sejumlah masyarakat suku baduy masih memegang keyakinan tabu untuk didokumentasikan khususnya untuk penduduk yang tinggal di wilayah baduy dalam. Di wilayah tersebut juga terdapat sejumlah aturan diantaranya tidak diperbolehkan adanya listrik, kendaraan roda dua maupun roda tiga, penggunaan barang elektonik, memakai peralatan mandi, diterjen dan masih banyak lagi aturan yang menjadi tradisi bagi masyarakat baduy dalam.
Jaro Alim selaku kepala desa Cukeusik Baduy Dalam mengatakan “Masyarakat baduy dalam ini sangat menjalankan tradisi dan pantangan yang menjadi larangan bagi masyarakat baduy dalam khususnya kecamatan Cikeusik, seperti tidak boleh adanya pacaran sebelum menikah, tidak boleh adanya perceraian, perselingkuhan, pernikahan dengan orang dari luar baduy dalam dan tidak diperbolehkan untuk menikah lagi terkecuali salah satunya meninggal dunia’’ Ujarnya.
“Meskipun kepercayaan masyarakat baduy itu sunda wiwitan, tetapi masyarakat baduy sangat toleransi, pengalaman saya pada saat melaksanakan Shalat di rumah jaro, mereka tidak masalah” ujar Novi salah satu mahasiwa yang mengikuti kegitan Saba Budaya Baduy.
Rendahnya pendidikan yang ada di masyarakat suku baduy membuat anak-anak bahkan orang dewasa buta aksara. Mereka tidak dapat membaca juga menulis, bahkan mereka kurang mengerti bahasa nasional yaitu bahasa indonesia.
Harapannya, dari kegiatan ini mahasiswa dapat memberikan informasi kepada publik tentang pentingnya Saba Budaya Baduy. Secara bertahap diharapkan motivasi masyarakat yang datang ke Baduy tidak lagi didasari rasa ingin ‘berwisata’ atau sekedar ‘liburan untuk bersenang-senang’. Akan tetapi dapat menumbuhkan rasa memiliki untuk menjaga dan memahami keluhuran kultur Suku Baduy” ujar alamsyah selaku dosen pengampu